Andalan

3.1.a.7. Demonstrasi Kontekstual-Pengambilan Keputusan sebagai pemimpin pembelajaran

Jurnal Monolog Refleksi:

Apa rencana ke depan dalam menjalani pengambilan  keputusan yang mengandung unsur dilema etika? Bagaimana Anda bisa mengukur efektivitas pengambilan keputusan Anda? Siapa yang akan membantu atau mendampingi Anda?

Dalam menjalani pengambilan keputusan yang mengandung unsur dilema etika, langkah awal yang saya lakukan adalah berencana untuk menerapkan 4 paradigma, 3 prinsip, 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan saat dihadapkan dengan suatu masalah dalam kehidupan keseharian terutama saat menjadi pemimpin pembelajaran.

4 paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Individu lawan masyarakat (individual vs community

2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy

3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty

4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

Dilema individu melawan masyarakat adalah bagaimana membuat pilihan antara apa yang benar untuk satu orang atau kelompok kecil, dan apa yang benar untuk yang lain, kelompok yang lebih besar.  Bisa juga konflik antara kepentingan pribadi melawan kepentingan orang lain, atau kelompok kecil melawan kelompok besar.

Dilema rasa keadilan lawan rasa kasihan adalah memilih antara penegakan keadilan dan perlakuan yang sama bagi semua orang di satu sisi, dan membuat pengecualian karena kemurahan hati dan kasih sayang, di sisi lain.

Dilema kebenaran lawan kesetiaan yakni apakah kita akan jujur menyampaikan informasi berdasarkan fakta atau kita menjunjung nilai kesetiaan pada profesi, kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya. 

Sedangkan dilema jangka pendek lawan jangka panjang adalah memilih antara yang kelihatannya terbaik untuk saat ini dan yang terbaik untuk masa yang akan datang.

Adapun 3 prinsip resolusi penyelesaian dilema (kidder, 2009, h. 144) diantaranya adalah:

  1. Berpikir berbasis hasil akhir (End based-thinking)
  2. Berpikir berbasis peraturan (Rule-based thinking)
  3. Berpikir berbasis rasa peduli (Care-based thinking)

Berpikir berbasis hasil akhir (End-basedthinking) yakni melakukan sesuatu demi kebaikan orang banyak. Berpikir berbasis peraturan (Rule-based thinking) yakni menjunjung tinggi nilai/prinsip dalam diri. Berpikir berbasis rasa peduli (Care-based thinking) yakni melakukan apa yang kita harapkan orang lain lakukan kepada kita. Dengan memiliki 3 prinsip di atas, penulis memiliki petunjuk dan arahan agar dapat mengambil keputusan secara tepat dan efektif.

Dan berikut adalah 9 Langkah Pengujian dan Pengambilan Keputusan:

  1. Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan
  2. Menentukan siapa yang terlibat
  3. Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan

4. Pengujian benar atau salah: Uji Legal (Apakah ada pelanggaran hukum dalam situasi ini), Uji Regulasi/profesionalitas (Apakah ada pelanggaran peraturan/ kode etik), Uji Intuisi (Menurut intuisi/perasaan kita, apa ada yang salah), Uji Halaman Depan Koran (Apabila hal ini dipublikasikan (warga di luar sekolah tahu), apakah akan merasa malu dan tidak nyaman), dan Uji panutan/idola (apa yang dilakukan orang bijak jika masalah ini terjadi).

5. Pengujian paradigma Benar Lawan Benar

6. Melakukan prinsip resolusi

7. Investigasi opsi trilemma (Apakah ada sebuah penyelesaian yang kreatif lainnya yang tidak terpikir sebelumnya untuk menyelesaikan masalah ini)

8. Membuat Keputusan

9. Melihat kembali keputusan dan merefleksikan

Dari 4 paradigma, 3 prinsip resolusi, 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan dapat disimpulkan bahwa membuat keputusan yang efektif bukanlah perkara yang mudah. Namun pedoman di atas dapat membantu penulis sebagai pemimpin pembelajaran untuk mengidentifikasi resiko, kelayakan, dan implikasinya dari setiap opsi keputusan dan bisa menganalisis masalah yang terjadi sehingga memiliki pemahaman yang komprehensif terhadap masalah yang dihadapi. 

Pengambilan keputusan dapat dikatakan efektif apabila keputusan yang diambil mengacu pada prinsip resolusi, telah melalui 9 langkah pengujian, membawa kepada win-win solution, peningkatan hasil, kinerja, dan mencapai tujuan yang diharapkan

Dalam menjalankan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran yang akan mendampingi saya dalam menerapkan pengetahuan yang didapatkan dari program guru penggerak ialah orang-orang yang memiliki kapasitas sesuai dengan kompetensi dan bidangnya serta memiliki rasa tanggung jawab untuk menyelesaikan suatu keputusan serta dapat menentukan tindakan yang harus dikerjakan agar masalah itu dapat selesai. Misalnya kepala sekolah, teman sejawat, serta komunitas praktisi yang terbentuk di lingkungan sekolah.

Bagaimana Anda akan menerapkan pengambilan keputusan seperti ini pada lingkungan Anda, pada murid-murid Anda, dan pada kolega guru-guru Anda yang lain? Kapan Anda akan menerapkannya?

Dalam pengambilan keputusan, penulis akan berusaha merealisasikan dalam bentuk komitmen diri dan bersama sehingga keputusan yang dibuat melibatkan partisipasi seluruh elemen dengan tetap menjaga komunikasi dan hubungan baik dan yang terpenting dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pemimpin pembelajaran harus bisa membuat keputusan dengan melalui proses dan tahapan-tahapan tertentu agar keputusan yang diambil dapat membawa kebaikan, kepuasan, dan bisa menyelesaikan masalah baik terhadap murid maupun guru-guru lain-lain yang terlibat dalam pengambilan keputusan.

Saya akan menerapkan pengambilan keputusan yang telah saya pelajari di modul 3.1 yakni saat terjadi kasus dilema etika (benar vs benar) atau bujukan moral (benar vs salah) di lingkungan sekolah yang menuntut saya mengambil keputusan terbaik di saat itulah saya akan mengidentifikasi paradigma, menentukan prinsip resolusi, mengambil langkah-langkah pengujian dan juga pengambilan keputusan. Semoga kerangka tulisan sederhana ini akan membantu kita untuk memikirkan dengan baik berbagai aspek sebelum memutuskan sesuatu.

Andalan

3.1.a.9. Koneksi Antarmateri-Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran

Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?

Menurut saya pengaruh pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka terhadap sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran adalah guru menyadari bahwa dalam lingkungan sekolah akan ditemukan berbagai dilema etika dan bujukan moral. Maka dari itu disinilah guru harus memiliki kompetensi dan peran sesuai dengan filosofi Pratap Triloka dari KHD dengan cara menjadi sosok teladan yang positif, motivator, dan sekaligus moral support bagi murid untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila dan merdeka belajar sehingga  guru seyogyanya selalu mengacu pada 9 langkah dalam pengujian dan pengambilan keputusan dalam situasi yang menantang dan bersikap reflektif, kritis, dan kreatif dalam proses tersebut.

Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, tentu berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan. Dalam pengambilan keputusan, kita mengenal ada tiga prinsip yang dapat kita ambil yakni Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking), dan Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking). Prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan tentunya berkaitan dengan nilai- nilai yang tertanam dalam diri kita. Misalnya, guru yang memiliki empati yang tinggi, rasa kasih sayang dan kepedulian cenderung akan memilih prinsip Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking). Sedangkan guru yang memiliki sikap jujur dan komitmen yang kuat untuk tunduk pada peraturan cenderung memilih prinsip Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking). Dan guru yang reflektif dan memiliki jiwa sosial yang tinggi cenderung memilih prinsip Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking).

Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya.

Dalam materi pengambilan keputusan yang dipelajari penulis saat ini ternyata memiliki hubungan yang erat dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang pernah dilakukan pada modul sebelumnya. Jika pada proses coaching kita membantu agar coachee dapat membuat keputusannya secara mandiri maka dalam modul ini kita kembali melakukan refleksi apakah keputusan yang dibuat tersebut dapat dipertanggungjawabkan, menjadi win-win solution bagi pembuat keputusan atau justeru akan dapat menimbulkan masalah di kemudian hari. Dalam pembelajaran pengambilan keputusan ini penulis diberikan panduan berupa paradigma, prinsip, dan 9 langkah dalam pengujian dan pengambilan keputusan yang tentu akan membuat suatu keputusan semakin tajam dan matang.

Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.

Sebagai seorang pendidik tentu akan menghadapi situasi dilema etika atau bujukan moral di lingkungan sekolah. Pembahasan studi kasus pada modul ini memberikan contoh-contoh yang biasa terjadi dan mungkin saja pernah dialami oleh sebagian guru. Hal ini akan memberikan rambu-rambu dan pedoman agar guru-guru tidak terjebak dalam situasi yang sama dan dapat bertindak secara bijak melalui prinsip, paradigma, dan langkah dalam pengujian dan pengambilan keputusan akan membuat kita semakin menyadari perilaku yang benar dan perilaku yang salah.

Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Pengambilan keputusan memiliki arti penting bagi maju atau mundurnya suatu organisasi/sekolah. Pengambilan keputusan yang tepat akan menghasilkan suatu perubahan terhadap organisasi/sekolah ke arah yang lebih baik, terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. namun sebaliknya pengambilan keputusan yang salah akan berdampak buruk pada roda organisasi/sekolah itu sendiri.

Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Perubahan tidak dapat dibangun dalam waktu semalam. Paradigma yang sudah tertanam begitu lama di benak warga sekolah (kepala sekolah, guru, murid, wali murid dan masyarakat) dan telah menjadi budaya tentu akan menjadi sebuah tantangan dan sulit dihilangkan. Kasus dilema etika pun masih akan menjadi bagian dalam skenario di lingkungan sekolah. Menurut saya kita harus fokus pada proses dan langkah perubahan yang telah dibuat meski masih seumur jagung, sebesar apapun batu yang menghalangi akan ada celah meski hanya dari beberapa tetesan dukungan dan semangat.

Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?

Sebagai pemimpin pembelajaran tentunya pengambilan keputusan akan sangat berpengaruh pada pengajaran yang diberikan kepada murid, apakah dengan metode klasik seperti ceramah yang cenderung membuat murid statis ataupun pengajaran yang mempertimbangkan keberagaman dan aspek sosial emosional murid sehingga dapat memerdekakan murid-murid kita baik dari ranah kognitif, psikomotorik maupun afektifnya.

Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Setiap pengambilan keputusan yang dilakukan guru secara tepat dan bijak tentu akan mempengaruhi masa depan murid-murid. Mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, bisa diandalkan, dan mampu menggali potensi dan kekuatan mereka.

Apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Dari pembelajaran penulis tentang modul-modul sebelumnya dapat ditarik benang merah bahwa coaching merupakan keterampilan yang perlu diasah oleh coach (baca:guru) untuk menuntun coachee (baca:murid) dalam proses pengambilan keputusan yang tepat. Sedangkan Pembelajaran sosial emosional dibutuhkan agar setiap keputusan yang dibuat selalu melibatkan kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, dan keterampilan berhubungan sosial sehingga pengambilan keputusan akan diterima dengan baik oleh semua pihak dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Semua pihak akan merasa bahwa keputusan tersebut adalah yang terbaik dan memberi manfaat bagi semua. Hal itu berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Andalan

1.2.a.10 Aksi Nyata-Nilai dan Peran Guru Penggerak

Alhamdulillah, penulis telah mempelajari modul 1.2 yang berisi nilai dan peran guru penggerak sebagai entitas dari filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan. Modul ini memberikan penguatan tentang nilai dan peran yang harus dimiliki oleh guru penggerak. Melalui nilai dan peran ini guru penggerak dapat melakukan refleksi sehingga menimbulkan kesadaran tentang identitas jati diri seorang guru penggerak yang akan secara sadar tergerak, bergerak dan menggerakkan.

Pertama, Tergerak. Upaya hati secara ikhlas dan tulus, tanpa komando dan perintah untuk merencanakan sesuatu yang bermakna untuk murid melalui sistem pembiasaan dan praktik baik serta membuat program-program yang dapat menciptakan kepemimpinan murid sehingga mendukung budaya positif di sekolah.

Kedua, Bergerak. Upaya dari segenap raga untuk melakukan sesuatu dalam wujud tindakan untuk menuntun murid mengenal kodrat alamnya melalui metode-metode pembelajaran yang  aktif dan inovatif serta menyenangkan.

Ketiga, menggerakkan. Upaya mengerahkan pikiran, tenaga, dan waktu untuk memberikan motivasi dan inspirasi untuk teman sejawat agar berjuang bersama-sama dalam mewujudkan pendidikan yang merdeka dan bermakna yang tergambar dari profil pelajar pancasila.

Dalam Program Pendidikan Guru Penggerak yang baru berjalan selama sebulan ini, Calon Guru Penggerak masih dalam tahap proses tergerak dan bergerak untuk merancang pembelajaran yang berpihak pada murid dan belum melakukan aktifitas menggerakkan komunitas. Guru penggerak masih harus dibekali banyak kemampuan dan keterampilan agar pada kurun waktu sembilan bulan akan lahir Guru Penggerak yang dapat menggerakkan komunitas guru di sekolah ataupun di luar sekolah.

Selama melakukan aksi untuk menguatkan nilai dan peran Guru Penggerak, penulis semakin sadar bahwa seorang guru memiliki kekuatan strategis dan sentral dalam proses pendidikan. Ia tidak akan melakukan tugas dan tanggung jawab hanya sebatas profesi tetapi panggilan hati. Dan sepanjang proses belajar modul 1.2 ini penulis memiliki ide untuk membuat jurnal refleksi mingguan setiap kelas untuk mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi murid selama kegiatan belajar mengajar. Jurnal refleksi ini ditulis di dalam blog sehingga dapat diakses oleh orang tua dan guru sebagai bahan penilaian dan evaluasi bagi mereka. Selain jurnal refleksi, penulis juga berniat kembali menggerakkan komunitas praktisi seperti MGMP PAI dan AGPAII agar semakin banyak guru yang menjadi katalis perubahan tentang konsep merdeka belajar menurut KHD dan nilai serta peran guru penggerak. Selanjutnya ke depan penulis juga akan melakukan kolaborasi dengan Guru Bimbingan Konseling perihal tentang psikologi remaja, permasalahan dan solusinya dan pengenalan potensi diri dan cita-cita siswa.

Sebenarnya nilai dan peran guru penggerak telah ada pada setiap guru dan dengan sadar ataupun tidak, sudah pernah kita lakukan. Disini penulis hanya ingin merefleksikan pembelajaran dan pengalaman penulis dalam bentuk catatan praktik baik yang terkait dengan nilai dan peran guru penggerak tersebut. Berikut dokumentasi pengalaman penulis dalam upaya memantik daya kreatifitas, inovasi, nalar kritis dan akhlak mulia siswa.

Karya Inovatif “Writing Workshop” dengan tema kenakalan remaja

Dalam hal ini siswa kelas X diberikan penugasan berupa Project Based Learning dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan tema kenakalan remaja, permasalahan dan solusinya sesuai dengan kriteria penulisan yang diberikan. Selanjutnya mereka membuat desain cover dan judul buku yang menarik serta mulai melakukan penulisan materi sesuai dengan tema. Alhamdulillah produk buku yang dihasilkan sangat bagus dan laik baca. Dari pembelajaran tersebut murid tidak hanya bisa memahami materi yang diberikan namun juga berhasil menciptakan suatu karya inovatif berupa buku-buku. Kini hasil karya siswa tersebut telah dipajang di perpustakaan SMAN 1 Bandar Lampung sebaga bahan koleksi bacaan.

Kemudian dalam mewujudkan kepemimpinan murid, baru-baru ini penulis bersama pengurus Osis dan Rohis melaksanakan Program Pesantren Ramadhan sebagai upaya meningkatkan ke-Imanan dan Ke-Taqwaan kepada Allah SWT selama bulan suci Ramadhan 1442 H, dikalangan keluarga besar SMA Negeri 1 Bandar Lampung, khususnya dikalangan peserta didik. dan sebagai upaya menumbuhkan kesadaran siswa – siswi SMA Negeri 1 Bandar Lampung dalam melaksanakan ibadah selama bulan suci Ramadhan 1442 H.

Rapat Perencanan Program Pesantren Ramadhan 1442 H bersama Pengurus Osis dan Rohis

Selanjutnya pada tahap pelaksanaan program pesantren ramadhan 1442 H ini siswa berperan sesuai uraian tugas masing-masing. Untuk memudahkan mereka bekerja, dibentuk panitia siswa yang terdiri dari ketua, wakil, sekretaris, bendahara dan anggota-anggota. Hal ini dilakukan untuk mengasah tanggung jawab dan kepemimpinan mereka.

Melatih kepemimpinan Murid dengan memberikan tugas dan tanggung jawab pada saat pelaksanaan pesantren ramadhan 1442 H

Pada tahap akhir program pesantren ramadhan 1442 H, semua panitia guru dan siswa melakukan refleksi sebagai upaya perbaikan dan evaluasi kedepan agar hal-hal yang baik bisa dipertahankan dan hal-hal yang tidak baik bisa menjadi pelajaran. Alhamdulillah program tersebut dapat terlaksana baik sesuai rencana dan mendapat respon positif dari guru dan siswa dan penulis berharap dapat memberikan manfaat dan arti yang besar bagi peningkatan Iman dan ketaqwaan warga sekolah  dan peningkatan kualitas  pembelajaran di SMA Negeri 1 Bandar Lampung.

Foto Bersama Ustad, para guru dan siswa SMAN 1 Bandarlampung
Andalan

1.2.a.9. Koneksi Antar Materi – Nilai-Nilai dan Peran Guru Penggerak

Pertanyaan-pertanyaan:

  1. Apa yang Anda pahami mengenai nilai dan peran Guru Penggerak?
  2. Apakah ada keterkaitan antara nilai dan peran Guru Penggerak dengan Filosofi Ki Hadjar Dewantara? jelaskan!
  3. Ingat kembali refleksi diri Anda pada bagian Refleksi Terbimbing serta ilustrasi yang sudah Anda buat pada Demonstrasi Kontekstual (sebagai gambaran Anda). Apa strategi yang bisa Anda lakukan untuk mencapai nilai tersebut? 
  4. Siapa saja pihak yang dapat membantu Anda dalam mencapai gambaran diri Anda di demonstrasi kontekstual tersebut? Seperti apa perannya?

Jawaban:

1. Nilai dan peran Guru Penggerak merupakan suatu upaya dalam mewujudkan profil pelajar pancasila dan merdeka belajar. Keduanya bagaikan ruh dan jasad yang dapat menguatkan eksistensi diri seorang guru yang memiliki segudang tugas dan kewajiban. Dengan nilai-nilai yang ada pada guru penggerak dari mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan pembelajaran berpusat pada murid diharapkan akan lahir peserta didik yang memiliki karakter mandiri pula, memiliki jiwa bergotong royong, kreatif, berkebinekaan global, bernalar kritis dan tentu dalam keseharian selalu beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia. Sedangkan peran yang ada pada guru penggerak yakni menjadi pemimpin pembelajaran yang menjadi well being ekosistem pendidikan sekolah, menggerakkan komunitas praktisi, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi antar guru, dan mewujudkan kepemimpinan murid adalah peranan strategis dalam upaya membentuk nilai-nilai karakter yang diinginkan untuk peserta didik. Keberhasilan sebuah pendidikan ditentukan dari nilai dan peran guru yang bersama-sama tergerak, bergerak dan menggerakkan.

2. Nilai dan peran Guru Penggerak merupakan cerminan aktualisasi nyata dari Filosofi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara (KHD) tentang merdeka belajar. Menurut KHD Anak didik hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri. Pendidik hanya merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu. Maka dari itu untuk dapat mewujudkan pemikiran KHD tersebut dibutuhkan nilai dan peran guru penggerak yang merupakan turunan sekaligus tuntunan dari cita-cita dan harapan yang dimiliki KHD tentang pendidikan sehingga pembelajaran yang berpusat pada murid dapat terlaksana secara tepat demi mutu pendidikan bangsa Indonesia yang lebih baik.

3. Strategi yang bisa saya lakukan untuk mencapai nilai tersebut. Pertama, Mandiri yaitu dengan memberi motivasi untuk diri sendiri sehingga melakukan sesuatu yang baik dan untuk perkembangan diri tidak harus menunggu perintah dari atasan maupun orang lain. Kedua, Reflektif. Untuk mewujudkan nilai reflektif tersebut dengan melakukan refleksi setelah melaksanakan proses pembelajaran sehingga dapat mengetahui kekurangan-kekurangan untuk perubahan ke arah yang lebih baik. Ketiga, kolaboratif yaitu dengan bekerja bersama warga sekolah dan pemangku kepentingan untuk mendukung program-program yang akan dilaksanakan serta mengajak dan memberikan kesempatan kepada rekan mereka untuk memberi saran demi perubahan yang lebih baik. Keempat, Inovatif yaitu terus menerus belajar hal-hal baru dari buku, internet atau bahkan belajar dan berdiskusi dari orang-orang kreatif. Kelima, Berpusat pada murid artinya segala kegiatan yang kita lakukan adalah tujuannya untuk murid bukan untuk kepentingan kita ataupun kepentingan orang lain.

4. Pihak-pihak yang dapat membantu dan perannya dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut adalah: pertama, kepala sekolah. Melakukan kolaborasi dengan kepala sekolah untuk menyusun visi serta program sekolah yang berpusat pada murid serta melakukan reflektif terhadap guru-guru setelah melakukan proses pembelajaran. Kedua, rekan guru. Berkolaborasi dengan rekan guru untuk mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada murid dengan melakukan coaching dan mentoring. Ketiga, orang tua. Dengan menjalin komunikasi yang efektif dan intens tentang perkembangan dan pergeseran paradigma pendidikan sehingga mereka dapat membantu dalam mewujudkan merdeka belajar.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Nilai dan Peran Seorang Guru Penggerak sangat kompleks sehingga butuh energi dan kerja keras dalam mewujudkannya. Tentunya agar lebih maksimal seorang guru penggerak harus memiliki keterampilan ataupun kompetensi -kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan seperti halnya program pendidikan guru penggerak dari kemdikbudristek yang akan berlangsung selama sembilan bulan kedepan selain itu juga pengalaman guru memimpin kegiatan di sekolah dan dukungan dari semua pihak termasuk warga sekolah menjadi kunci keberhasilan agar tujuan pendidikan yang diharapkan dapat terwujud.

Disiplin Positif Melalui Kesepakatan Kelas

Urgensi Budaya positif di Sekolah

Keluarga merupakan pondasi awal bagi pembentukan karakter anak dan sekolah sebagai temboknya. maka dari itu urgensi menerapkan budaya positif di sekolah sebagai upaya menyiapkan murid menjadi manusia dan anggota masyarakat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagaimana filosofi KHD tentang pendidikan.

Sekolah merupakan lingkungan sosial yang berperan dalam membangun budaya positif. Kondisi tersebut menjadi tantangan bagi guru-guru untuk mengambil peran dalam upaya membentuk karakter murid yang diharapkan di kemudian hari. 

Membangun karakteristik seseorang bukanlah hal yang mudah, bahkan sangat sulit. Akan tetapi, sebagai pendidik, kita diberikan tugas untuk dapat membentuk calon-calon penerus bangsa yang memiliki karakter jujur, berkeadilan, bertanggung jawab, peduli dan saling menghormati

Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara mengatakan “Adapun maksud pendidikan yaitu: menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya”. (dikutip dari buku Ki Hajar Dewantara seri 1 pendidikan halaman 20)

Kutipan tersebut mengisyaratkan kita sebagai guru harus andil dalam membangun komunitas di sekolah untuk menyiapkan murid di masa depan agar menjadi manusia berdaya tidak hanya untuk pribadi tapi berdampak pada masyarakat.

Jika kita mengacu pada Profil Pelajar Pancasila, “Pelajar Indonesia merupakan pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila.” Pelajar yang memiliki profil yang demikian itu adalah pelajar yang terbangun utuh keenam dimensi pembentuknya, yaitu: 1) beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, 2) mandiri, 3) bergotong-royong, 4) berkebinekaan global, 5) bernalar kritis, dan 6) kreatif.

Oleh karena itu, dari paparan di atas dapat diambil kesimpulan sederhana bahwa tujuan utama dari pendidikan karakter juga bukan hanya mendorong murid untuk sukses secara moral maupun akademik di lingkungan sekolah, tetapi juga untuk menumbuhkan moral yang baik pada diri murid ketika sudah terlibat di dalam masyarakat.

Upaya dalam membangun budaya positif di sekolah yang berpihak pada murid diawali dengan membentuk lingkungan kelas yang mendukung terciptanya budaya positif, yaitu dengan menyusun kesepakatan kelas. Seringkali permasalahan dengan murid berkaitan dengan komunikasi antara murid dengan guru, terutama ketika murid melanggar suatu aturan dengan alasan tidak mengetahui adanya aturan tersebut. Kurang adanya komunikasi ini menyebabkan relasi murid dan guru menjadi kurang baik.

Kesepakatan kelas Hasil Kreasi Kelas XII MIPA 4 Pada Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2021/2022

Kesepakatan kelas berisi beberapa aturan untuk membantu guru dan murid bekerja bersama membentuk kegiatan belajar mengajar yang efektif. Kesepakatan kelas tidak hanya berisi harapan guru terhadap murid, tapi juga harapan murid terhadap guru. Kesepakatan disusun dan dikembangkan bersama-sama antara guru dan murid. Untuk mempermudah pemahaman murid, kesepakatan ditulis menggunakan kalimat positif, mudah dilakukan, didesain dan dibingkai agar semakin menarik, sehingga murid dapat memahami perilaku apa yang diharapkan dari mereka. 

Kesepakatan kelas Hasil Kreasi Kelas XI MIPA 1 Pada Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2021/2022

Kesepakatan kelas ini bersifat fleksibel disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan murid. Dari kesepakatan ini murid lebih memahami aturan-aturan yang ada di kelas secara tertulis yang dapat mengingatkan mereka untuk menerapkan disiplin positif sebagai upaya mendorong perilaku budaya positif di sekolah.

Meningkatkan Minat Baca pada Murid dengan Perpustakaan Mini di Kelas

Latar belakang

Generasi muda merupakan sumber daya vital dalam pembangunan sebuah bangsa. Bangsa yang besar membutuhkan generasi muda yang gemar membaca karena melalui budaya membaca, kualitas pendidikan dapat ditingkatkan. Kegemaran membaca ini dapat diperoleh murid melalui pembiasaan positif dengan membuat sudut baca di kelas. Di sela-sela waktu istirahat, murid dapat memanfaatkan waktu luang untuk membaca buku yang tersedia di dalam kelas. Dengan  begitu diharapkan dapat membangun minat baca di kalangan murid dan dapat meningkatkan prestasi belajarnya.

Tujuan

  1. Membantu membangun cinta dan kebiasaan membaca buku di sekolah
  2. Memberi ruang dan kesempatan untuk secara positif berinteraksi dengan buku
  3. Membantu murid meninngatkan prestasi belajarnya
  4. Mendapatkan akses yang lebih mudah terhadap buku-buku yang tersedia di dalam kelas

Tolok Ukur

  1. Tersedianya sudut baca di kelas
  2. Meningkatnya minat membaca buku pada murid
  3. Menambah wawasan pengetahuan dan meningkatkan prestasi belajar murid

Linimasa tindakan yang dilakukan

“Meningkatkan Minat Baca pada Murid di Sekolah” dengan pendekatan BAGJA (terlampir)

Dukungan yang dibutuhkan

Alat yang dibutuhkan: Sejumlah Buku, Rak Buku

Pihak yang dibutuhkan:

  1. Dukungan orangtua/keluarga agar berperan aktif membantu menumbuhkan minat baca siswa, yakni dengan mengelilingi anak-anak anda dengan berbagai buku bacaan di rumah.
  2. Dukungan pihak sekolah yakni dengan menyediakan buku-buku di kelas dan melaksanakan program wajib baca di kelas.
Dok. Seorang Murid Sedang Menyusun Buku-buku di Rak
Dok. Perpustakaan Mini yang menjadi spot murid untuk membaca literatur buku
Dok. Para Murid sedang membuat origami untuk menghias kelas dan mendukung program sudut baca di dalam kelas

Program menumbuhkan minat baca melalui pembuatan perpustakaan mini di kelas akan terus diperbaiki sehingga para murid akan terbiasa dan merasa nyaman membaca dalam ruangan kelas. Selanjutnya akan dibuat rancangan aktivitas yang mendukung program tersebut diantaranya menghias sudut baca di kelas, menunjuk petugas kelas yang bertanggung jawab dalam perpustakaan mini, membuat format Reading log sebagai sarana murid untuk membuat portofolio buku bacaannya, memilih duta baca kelas dan sekolah, membuat lomba-lomba yang mendukung aktivitas baca dan tulis (cipta puisi, lagu dan sebagainya), menerbitkan buletin di  sekolah, menyelenggarakan pameran buku, dan aktivtas-aktivitas lain yang mendorong murid untuk gemar membaca buku.